Jakarta, Kompas.com - Tren penularan
Human Immunodeficiency Virus di Indonesia telah bergeser, dari sebelumnya
dipicu aktivitas berisiko tinggi, kini menyebar ke populasi umum dengan
perilaku berisiko rendah, termasuk ibu rumah tangga. Karena itu, pemerintah
diminta meningkatkan upaya pencegahan penularan virus ganas itu.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kementerian Kesehatan mencatat, hingga September 2014, orang dengan
AIDS dari kalangan ibu rumah tangga 6.539 jiwa, atau tertinggi dari sisi
profesi. Urutan di bawahnya ialah kelompok wiraswasta dengan jumlah 6.203 jiwa.
Sementara penjaja seks, profesi berisiko tinggi tertular HIV,
yang mengalami AIDS ada di urutan keenam terbanyak, yakni 2.052 jiwa.
"Secara teoretis, pemerintah tahu pola penularan yang menjangkau kelompok
dengan perilaku berisiko rendah, tetapi kurang antisipasi," kata Direktur
Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Inang Winarso, yang
dihubungi dari Jakarta, Sabtu (14/3).
Tren itu sudah diprediksi sejak 1987, atau sejak HIV pertama
kali ditemukan di Indonesia. Inang menyebutkan, tren penularan HIV pada ibu
rumah tangga sebagai gelombang keempat.
Gelombang pertama terjadi pada 1987-1997, ditandai tren
penularan melalui hubungan seks sejenis pada pria. Pada 1997-2007 gelombang
kedua berlangsung, yakni tren penularan lewat jarum suntik oleh pengguna
narkoba. Tahun 2007 hingga 2011 adalah gelombang ketiga, ditandai tren
penularan lewat hubungan heteroseksual berisiko tinggi tertular HIV, terutama
lewat transaksi dengan pekerja seks.
Mulai 2011, gelombang keempat mulai tampak, yakni tertularnya
kelompok dengan perilaku berisiko rendah, termasuk ibu rumah tangga. Inang
memperkirakan, tiga tahun terakhir, jumlah orang dengan AIDS dari kelompok ibu rumah
tangga naik dua kali lipat tiap tahun.
Kondisi Papua
Menurut Inang, tren peningkatan penularan pada ibu rumah
tangga lebih dulu terjadi di Papua, sekitar tahun 2000. Sebab, Papua tak
mengalami tren penularan pada pengguna narkoba dengan jarum suntik sehingga
langsung masuk fase penularan lewat hubungan heteroseksual.
Data per September 2014, jumlah kasus HIV di Papua mencapai 16.051 orang, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Namun, prevalensi infeksi di Papua paling tinggi, yakni 566,50 per 100.000 penduduk.
Data per September 2014, jumlah kasus HIV di Papua mencapai 16.051 orang, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Namun, prevalensi infeksi di Papua paling tinggi, yakni 566,50 per 100.000 penduduk.
Jack Morin, antropolog dari Universitas Cenderawasih,
mengatakan, pada Desember 2014, jumlah perempuan yang tertular HIV di Papua
hampir sama dengan yang dari kelompok laki-laki. Perempuan yang terinfeksi HIV
sekitar 9.400 orang, dan laki-laki yang tertular sekitar 9.600 orang. Itu
menunjukkan tingginya penularan pada ibu rumah tangga di Papua.
Jack menilai, salah satu penyebab adalah kuatnya budaya
patrilineal atau sistem kekerabatan didominasi pria, terutama di pedesaan.
"Ada 276 etnis di Papua, hampir semuanya memiliki budaya
patrilineal," ucapnya.
Dalam sistem kekerabatan itu, suami berperan sebagai pencari
nafkah sehingga kerap keluar rumah, dan istri mengurus rumah tangga. Jika suami
pergi ke beberapa tempat dan bertransaksi dengan penjaja seks, istri rentan
tertular HIV saat berhubungan badan dengan suami.
Terkait hal itu, pemerintah didesak agar segera bertindak
untuk menekan peningkatan penularan pada ibu rumah tangga, antara lain dengan
mendorong penggunaan kondom. Jika dibandingkan penjaja seks, jumlah ibu rumah
tangga lebih besar meski perilaku berisiko rendah. Inang memperkirakan, ibu
rumah tangga di Indonesia berjumlah 80 juta jiwa, sedangkan jumlah penjaja seks
200.000-300.000 orang.
Posisi ibu rumah tangga terkait masa depan bangsa, yakni
melahirkan bayi-bayi sehat. "Ini mumpung masih fase awal. Jika terlambat, tren penularan masuk ke gelombang
lima, yakni penularan HIV pada banyak bayi," ucap Inang.
Kepala Seksi Standardisasi Subdirektorat AIDS dan Penyakit
Menular Seksual Kemenkes Endang Budi Hastuti menjelaskan, sejak 2013 ada
program penawaran tes HIV bagi ibu hamil demi mencegah penularan pada bayi jika
ibu HIV positif. Dengan jaminan kesehatan nasional, pasien tak dipungut
biaya. (JOG)
Ref: http://health.kompas.com/read/2015/03/16/141600423/HIV.Menyebar.ke.Rumah.Tangga
Komentar & Pendapat:
Sebenarnya HIV tidak akan menyebar sampai ke tingkat yang lebih umum jika kesadaran masyarakat tinggi terhadap bahaya seks bebas (dalam konteks ini penyebab utamanya penularannya melalui seks). Dalam hal ini seharusnya pemerintah dan tokoh masyarakat berperan aktif dalam membina masyarakat terutama dalam mengedukasi para suami-istri. Edukasi yang saya maksud disini seperti mengajarkan para istri untuk lebih memahami mengenai seks, menjaga agar suami tidak bosan dengan rumah tangganya, juga menjaga keharmonisan rumah tangga. Biasanya para suami yang betransaksi dengan para PSK adalah suami yang bosan dengan kehidupan rumah tangganya, bagaimana tidak? Jika rumah tangga yang ia jalani dianggap menyenangkan, tidak membosankan sekalipun dihadapi dengan masalah yang besar maka si suami akan berpikir panjang jika akan melakukan hubungan dengan para pekerja seks itu. Kuncinya disini adalah suami-istri harus saling memahami satu sama lain, dan tidak segan untuk berkonsultasi dengan pihak medis (medical check-up rutin misalnya). Untuk pasangan yang belum menikah juga sebaiknya melakukan cek terhadap pasangannya, bukan karena tidak percaya bahwa pasangan adalah orang baik namun lebih untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dan tidak saling merugikan kedepannya.
Adistia Bianca Rizki ~~ 10113209 ~~ 2KA21