Senin, 16 Maret 2015

Softskill: HIV Menyebar ke Rumah Tangga




            Jakarta, Kompas.com - Tren penularan Human Immunodeficiency Virus di Indonesia telah bergeser, dari sebelumnya dipicu aktivitas berisiko tinggi, kini menyebar ke populasi umum dengan perilaku berisiko rendah, termasuk ibu rumah tangga. Karena itu, pemerintah diminta meningkatkan upaya pencegahan penularan virus ganas itu.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan mencatat, hingga September 2014, orang dengan AIDS dari kalangan ibu rumah tangga 6.539 jiwa, atau tertinggi dari sisi profesi. Urutan di bawahnya ialah kelompok wiraswasta dengan jumlah 6.203 jiwa.

Sementara penjaja seks, profesi berisiko tinggi tertular HIV, yang mengalami AIDS ada di urutan keenam terbanyak, yakni 2.052 jiwa. "Secara teoretis, pemerintah tahu pola penularan yang menjangkau kelompok dengan perilaku berisiko rendah, tetapi kurang antisipasi," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Inang Winarso, yang dihubungi dari Jakarta, Sabtu (14/3).

Tren itu sudah diprediksi sejak 1987, atau sejak HIV pertama kali ditemukan di Indonesia. Inang menyebutkan, tren penularan HIV pada ibu rumah tangga sebagai gelombang keempat.

Gelombang pertama terjadi pada 1987-1997, ditandai tren penularan melalui hubungan seks sejenis pada pria. Pada 1997-2007 gelombang kedua berlangsung, yakni tren penularan lewat jarum suntik oleh pengguna narkoba. Tahun 2007 hingga 2011 adalah gelombang ketiga, ditandai tren penularan lewat hubungan heteroseksual berisiko tinggi tertular HIV, terutama lewat transaksi dengan pekerja seks.

Mulai 2011, gelombang keempat mulai tampak, yakni tertularnya kelompok dengan perilaku berisiko rendah, termasuk ibu rumah tangga. Inang memperkirakan, tiga tahun terakhir, jumlah orang dengan AIDS dari kelompok ibu rumah tangga naik dua kali lipat tiap tahun.


Kondisi Papua

Menurut Inang, tren peningkatan penularan pada ibu rumah tangga lebih dulu terjadi di Papua, sekitar tahun 2000. Sebab, Papua tak mengalami tren penularan pada pengguna narkoba dengan jarum suntik sehingga langsung masuk fase penularan lewat hubungan heteroseksual.

Data per September 2014, jumlah kasus HIV di Papua mencapai 16.051 orang, tertinggi ketiga setelah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Namun, prevalensi infeksi di Papua paling tinggi, yakni 566,50 per 100.000 penduduk.

Jack Morin, antropolog dari Universitas Cenderawasih, mengatakan, pada Desember 2014, jumlah perempuan yang tertular HIV di Papua hampir sama dengan yang dari kelompok laki-laki. Perempuan yang terinfeksi HIV sekitar 9.400 orang, dan laki-laki yang tertular sekitar 9.600 orang. Itu menunjukkan tingginya penularan pada ibu rumah tangga di Papua.

Jack menilai, salah satu penyebab adalah kuatnya budaya patrilineal atau sistem kekerabatan didominasi pria, terutama di pedesaan. "Ada 276 etnis di Papua, hampir semuanya memiliki budaya patrilineal," ucapnya.
Dalam sistem kekerabatan itu, suami berperan sebagai pencari nafkah sehingga kerap keluar rumah, dan istri mengurus rumah tangga. Jika suami pergi ke beberapa tempat dan bertransaksi dengan penjaja seks, istri rentan tertular HIV saat berhubungan badan dengan suami.

Terkait hal itu, pemerintah didesak agar segera bertindak untuk menekan peningkatan penularan pada ibu rumah tangga, antara lain dengan mendorong penggunaan kondom. Jika dibandingkan penjaja seks, jumlah ibu rumah tangga lebih besar meski perilaku berisiko rendah. Inang memperkirakan, ibu rumah tangga di Indonesia berjumlah 80 juta jiwa, sedangkan jumlah penjaja seks 200.000-300.000 orang.

Posisi ibu rumah tangga terkait masa depan bangsa, yakni melahirkan bayi-bayi sehat. "Ini mumpung masih fase awal. Jika  terlambat, tren penularan masuk ke gelombang lima, yakni penularan HIV pada banyak bayi," ucap Inang.

Kepala Seksi Standardisasi Subdirektorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Kemenkes Endang Budi Hastuti menjelaskan, sejak 2013 ada program penawaran tes HIV bagi ibu hamil demi mencegah penularan pada bayi jika ibu HIV positif. Dengan jaminan kesehatan nasional, pasien tak dipungut biaya. (JOG)

Ref: http://health.kompas.com/read/2015/03/16/141600423/HIV.Menyebar.ke.Rumah.Tangga 


Komentar & Pendapat:

            Sebenarnya HIV tidak akan menyebar sampai ke tingkat yang lebih umum jika kesadaran masyarakat tinggi terhadap bahaya seks bebas (dalam konteks ini penyebab utamanya penularannya melalui seks). Dalam hal ini seharusnya pemerintah dan tokoh masyarakat berperan aktif dalam membina masyarakat terutama dalam mengedukasi para suami-istri. Edukasi yang saya maksud disini seperti mengajarkan para istri untuk lebih memahami mengenai seks, menjaga agar suami tidak bosan dengan rumah tangganya, juga menjaga keharmonisan rumah tangga. Biasanya para suami yang betransaksi dengan para PSK adalah suami yang bosan dengan kehidupan rumah tangganya, bagaimana tidak? Jika rumah tangga yang ia jalani dianggap menyenangkan, tidak membosankan sekalipun dihadapi dengan masalah yang besar maka si suami akan berpikir panjang jika akan melakukan hubungan dengan para pekerja seks itu. Kuncinya disini adalah suami-istri harus saling memahami satu sama lain, dan tidak segan untuk berkonsultasi dengan pihak medis (medical check-up rutin misalnya). Untuk pasangan yang belum menikah juga sebaiknya melakukan cek terhadap pasangannya, bukan karena tidak percaya bahwa pasangan adalah orang baik namun lebih untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dan tidak saling merugikan kedepannya.


                                          Adistia Bianca Rizki ~~ 10113209 ~~ 2KA21

0 komentar:

Posting Komentar