Disleksia adalah salah satu jenis gangguan atau kesulitan
belajar yang umumnya memengaruhi kemampuan membaca serta pengejaan seseorang. Penyebab
disleksia belum diketahui secara pasti. Para pakar menduga faktor keturunan
atau genetika berperan di balik gangguan belajar ini. Seorang anak memiliki
risiko menderita disleksia jika orang tuanya menderita gangguan yang sama. Gejala-gejala
dalam disleksia sangat bervariasi dan umumnya tidak sama untuk tiap penderita
sehingga sulit dikenali, terutama sebelum sang anak memasuki usia sekolah. Ada
beberapa gen keturunan yang dianggap dapat memengaruhi perkembangan otak yang
mengendalikan fonologi, yaitu kemampuan dan ketelitian dalam memahami suara
atau bahasa lisan. Misalnya membedakan kata “paku” dengan kata “palu”
image from: suryaden.com |
INDIKASI
DISLEKSIA MENURUT HARGROVE & POTEET (1984)
Ada 13 jenis perilaku yang mengindikasikan bahwa anak
berkesulitan belajar membaca lisan, dibawah ini adalah perilaku yang dialami
oleh klien, yaitu:
- Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca. Hal ini dialami oleh klien, tiap kali klien disuruh membaca dia pasti menunjuk tiap kata yang dibaca.
- Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri ke kanan dengan jari. Selain menunjuk tiap kata klien juga menelusuri tiap baris yang dibaca dengan jari atau alat tulis yang dibawanya.
- Menggerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak. Setiap klien membaca pasti kepalanya ikut bergerak sama dengan posisi kata yang dibacanya.
- Menempatkan buku dengan cara yang aneh. Hal ini terlihat ketika klien akan mulai membaca, klien sering meletakkan buku terbalik.
- Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata. Buku yang dibaca oleh klien letaknya sangat dekat dengan matanya, seringkali klien menutup wajahnya dengan buku jika dia kelelahan belajar membaca.
- Sering melihat gambar. klien lebih tertarik dengan buku yang terdapat gambar didalamnya, meskipun klien sudah duduk dikelas V, klien masih suka memperhatikan gambar daripada tulisan yang ada disebelah gambar.
- Mulutnya komat-kamit waktu membaca. Sebelum membaca dengan bersuara, klien terlebih dahulu komat-kamit dengan kata yang akan dibacanya.
- Membaca kata demi kata. Meskipun klien saat ini sudah kelas V, klien masih tetap mengeja tulisan yang dibaca, bahwan memerlukan waktu yang lama.
- Membaca tanpa ekspresi. Setiap klien disuruh membaca maka akan membaca tulisan tersebut, namun dia tidak bisa mengekspresikan apa yang dia baca.
- Adanya suara aneh atau tegang, hal ini sering terjadi jika klien disuruh membaca satu kalimat yang sama akan tetapi masih tetap tidak lancar.
MELATIH
PEMAHAMAN PENDERITA DISLEKSIA
Menurut Ekwall, 1984 ada tujuan kemampuan yang ingin
dicapai melalui membaca pemahaman, yaitu:
- Mengenal ide pokok suatu bacaan
- Mengenal detail yang penting
- Membangkitkan imajinasi visual
- Meramalkan hasil
- Mengikuti petunjuk
- Mengenal organisasi karangan
- Membaca kritis
Untuk melatih membaca pemahaman, biasanya anak diberi
tugas untuk membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Yang tujuan membaca
dalam hati sama dengan membaca pemahaman. Dalam hal ini klien tidak dapat
melakukannya, jika klien disuruh membaca dalam hati, klien justru diam dan
mengalihkan perhatiannya. Selain membaca dalam hati. Membaca pemahaman juga
dapat diketahui jika anak dapat menjawab pertanyaan yang sesuai dengan data
dalam bacaan. Klien juga belum bisa menjawab pertanyaan jika dia tidak dibantu.
Kondisi yang dialami oleh klien diatas, maka klien
memerlukan bantuan agar klien bisa sembuh. Penanganan anak disleksia ini
berbeda pada setiap individu. Seorangguru sebaiknya memberikan system
pengajaran yang individual. Untuk itu, kerjasama antara orang tua, guru dan
psikolog sangat diperlukan untuk menangani disleksia pada anak. jika masalah
disleksia pada anak tidak ditangani secara tuntas, akan memberikan dampak yang
buruk terhadap masa depan anak. Banyak anak yang mengalami disleksia yang tidak
mendapatkan penanganan menjadi frustasi dan drop out dari sekolah. Kurangnya
pengetahuan para orang tua mengenai masalah disleksia menyebabkan kasus
disleksia pada anak sering tidak terdeteksi. Jika ditangani secara dini kondisi
ini dapat diatasi. Oleh karena itu, para orang tua dituntut untuk lebih
perhatian pada anak-anak, terutama ketika mereka mulai belajar membaca. Dengan
begitu, kelainan seperti disleksia dapat dideteksi dan ditangani sejak dini.
TERAPI
DAN PENGOBATAN DISLEKSIA
Melalui strategi kompensasi dan terapi, penderita
disleksia dapat belajar membaca dan menulis dengan memberi dukungan semangat
untuk belajar. Ada beberapa cara atau teknis yang dapat dikelola atau bahkan
memperendah resiko terkena disleksia. Menghilangkan stress dan kecemasan diri
kadang bisa meningkatkan pemahaman tertulis.
Untuk interaksi disleksia dengan sistem penulisan
alfabet, tujuan dasar adalah untuk meningkatkan kepedulian hubungan antara
huruf-huruf dan pengucapannya (bunyi), dan untuk menghubungkannya dimulai
dengan mengajarinya membaca dan bertutur kemudian memadukan antara bunyi
kedalam kata-kata. Telah ditemukan bahwa melatih fokus pada membaca dan
bertutur menghasilkan hasil yang lebih memuaskan ketimbang pelatihan fonologis.
Meskipun demikian, perlu sebuah kesadaran bahwa para penderita disleksia
bukanlah keterbelakangan mental. Ini lebih kepada keterlambatan dalam proses
belajar membaca dan bertutur. Mereka bukan malah dijauhi maupun dikucilkan,
akan tetapi mereka adalah anak-anak yang mempunyai bakat tersendiri. Pengarahan
serta pengajaran yang tepat akan membuahkan hasil. Kepedulian menjadi kunci
dari keberhasilan belajar anak penderita disleksia. Setiap anak itu unik,
memiliki bakat tersendiri. Anak penderita disleksia bukanlah anak yang idiot,
malas belajar, atau tidak mau belajar. Akan tetapi memang mereka mengalami
kesulitan dalam belajarnya. Karena setiap pemahaman setiap anak tidaklah sama.
Tolak ukurnya tidak dapat dilihat dari perbandingan. Orang tua dan guru menjadi
pemeran utama dalam mendidik anak penderita disleksia. Mereka bukan untuk
dijauhi tapi untuk didekati.
Reff: