Senin, 08 September 2014

Social Media Ladang Penyerangan Emosi


             Di era modern seperti saat  ini teknologi berkembang sangat pesat, beberapa pengembang bahkan mengupdate produk-produk teknologi terbaru mereka mulai dari software sampai hardware hanya dalam hitungan 1 tahun bahkan hanya selang beberapa bulan. Bayangkan dalam tahun 2014 ini berapa kali kita sebagai pengguna smartphone mendapat notifikasi untuk mengupdate software terbaru dari aplikasi yang sudah kita instal? Dalam era ini mungkin tidak ada masyarakat yang tidak mengenalSocial Media. Ditambah lagi dengan berkembang pesatnya teknologi didalam smartphone dan tidak jarang kita temui smartphone dengan harga yang cukup terjangkau  bahkan untuk kalangan menengah kebawah.
            Namun dengan pesatnya teknologi tersebut menurut pengamatan saya yang bisa dibilang cukup aktif dalam social media, banyak sekali terjadi penyerangan-penyerangan terhadap oknum atau individu tertentu. Hal tersebut terjadi terutama di Indonesia, sebagai contoh saja saat PilPres yang lalu beberapa pendukung dari salah satu capres yang begitu fanatik membuat hujatan terhadap salah satu capres lawannya dan pada akhirnya akan ada saja orang yang terganggu kemudian terjadi keramaianterutama di Social Media. Apakah itu masih bisa dibilang etis? Sebagai pengguna social media seharusnya masyarakat lebih mampu mengendalikan attitudenya.   Memang penyerangan-penyerangan via social media seperti itu tidak masuk kedalam Cyber Crime namun ada baiknya jika tidak perlu menghujat user tertentu hanya karena satu kesalahan yang ia buat.
            Selain penyerangan, Social Media juga sering disalah gunakan terutama untuk melampiaskan emosi seseorang. Ambil saja contoh seorang artis yang rajin mengupdate kekesalannya terhadap beberapa orang disekitarnya kemudian menjadi pembicaraan masa. Satu bulan yang lalu, hampir semua news online yang saya baca menampilkan berita tentang artis tersebut dalam berita utama mereka. Satu lagi contoh bukti kalau dalam era ini Social Media tidak berjalan sebagaimana fungsinya adalah kasus hukum yang diterima salah seorang Mahasiswi yang menghujat sikap masyarakat di suatu daerah di pulau Jawa hanya karena antrian mengisi bbm. Padahal kalau mahasiswi itu memanfaatkan Social Media yang ia miliki, ia pasti tau kalau antrian tersebut terjadi disemua daerah di Indonesia. Terutama ia adalah seorangMahasiswi, pastilah semua sikapnya seharusnya bisa dikendalikan.
            Sebagai masyarakat Indonesia yang ‘katanya’ memiliki tata krama, sopan santun, dan menjunjung tinggi nilai moral seharusnya hal-hal seperti itu tidak begitu banyak terjadi terutama dengan semakin banyaknya masyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi. Sejak duduk dibangku SD sampai sekarang saya seorang mahasiswi, dalam pendidikan formal saya selalu dijejali dengan softskill tentang norma terutama norma sosial. Artinya bukan hanya saya yang mendapat pendidikan seperti itu tapi juga semua orang yang pernah merasakan pendidikan sekali pun hanya sampai sekolah dasar. Namun pada kenyataannya bekal softskill dari pendidikan formal lenyap begitu saja.
            Semakin banyak orang yang tenggelam dalam dunia maya, menshare semua aktifitasnya dalam media sosial bahkan terkadang lupa dengan dunia nyata yang ia miliki (mungkin itu alasan jomblo dan friendzone semakin pesat berkembang haha). Media sosial seharusnya dijadikan sarana untuk mendekatkan sesama manusia bukan untuk saling menyerang. Kita perlu tau info-info dan update terbaru tapi jangan terlalu terlibat dalam hal yang bersifat negatif dalam media sosial. Tidak jarang media ini justru menjadikann emosi usernya tidak terkendali