Orang awam biasanya mencampur adukkan pengertian fear, phobia,
dan anxiety. Semuanya disebut ‘Takut’, tetapi dalam psikiatri dan psikologi
ketiga istiilah itu memiliki arti masing-masing. Fear adalah rasa takut (keadaan emosi yang tidak menyenangkan),
yang ditimbulkan oleh suatu objek yang jelas dan alasannya pun jelas, atau
disebut juga rasa takut yang rasional. Rasa takut ini normal karena pasti ada
pada setiap orang yang memiliki akal sehat. Misalnya, takut digigit ular ketika
berada dihutan, takut tertabrak mobil ketika menyebrang dijalan, takut pada
dosen yang galak atau bahkan takut kepada mertua.
Fobia adalah
rasa takut yang irasional pada suatu objek atau situasi tertentu (menurut
Feldman, 2003). Artinya dalam hal ini objeknya memang jelas, tetepi alasannya
tidak jelas atau tidak masuk akal. Misalnya takut gelap, takut pada kecoa,
takut berada ditempat yang ramai, takut dalam ruangan yang tertutup dll. Fobia
tergolong dalam gangguan mental karena takut dalam fobia ini tidak rasional,
menetap dan sangat intens (ditandai juga dengan gejala fisik seperti sesak
napas, menjerit histeris dsb) yang ditunjukan kepada situasi, benda, suatu
kegiatan, atau orang tertentu. Selama hal yang ditakuti tidak ada maka orang
tersebut akan bersikap biasa-biasa saja(normal).Dengan kata lain, penderita
fobia masih bisa mengontrol ketakutannya dengan cara menghindari objek yang
ditakutinya. Ada banyak jenis fobia yang dapat di lihat di http://phobialist.com
karena setiap fobia terhadap suatu hal memiliki namanya sendiri-sendiri,
tergantung kepada hal atau benda apa yang menjadi sasaran fobia tersebut.
Anxiety atau cemas
adalah rasa takut yang tidak jelas alasannya dan tidak jelas pula objeknya.
Pada orang normal yang sering terjadi rasa cemas yang normal. Misalnya, seorang
ibu yang selalu cemas anak gadisnya pulang terlalu malam dengan teman-temannya,
ia khawatir akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada anaknya. Apa yang
si ibu khawatirkan tidak tau pasti, mungkin karena ia sering membaca koran atau
berita tentang pemerkosaan. Padaha, selama ini anak gadisnya selalu pulang
dengan selamat. Kalau hanya sekedar khawatir, masih tergolong dalam rasa takut
yang rasional. Tetapi kalau rasa takutnya itu sudah ditandai dengan
gejala-gejala fisik dan emosi yang intensif seperti keluar kerinagt dingin,
jantung berdebar-debar, sakit kepala, darah tinggi naik, gelisah dsb maka
kekhawatiran tersebut sudah digolongkan dalam kecemasan. Jika kecemasan ini
berlanjut secara terus menerus dan menjadi kronis bisa jadi akan menimbulkan fatigue (kelelahan mental), dan depresi.
Oleh karena itu, kecemasan selalu disertai dengan gejala atau sindrom depresi,
tetapi tidak semua depresi disebabkan oleh kecemasan. Jadi, kecemasan yang
kronis memerlukan bantuan ahli untuk mengatasinya.
Kecemasan juga bisa berawal dari sejak berusia anak-anak
dan berkembang tahap demi tahap. Misalnya, kecemasan yang timbul karena sejak
kecil sering dikunci dikamar sendirian sementara ibunya berbelanja. Disisi lain
kecemasan juga bisa terjadi setelah suatu peristiwa yang menimbulkan suatu trauma mental. Pasca bencana tsunami
2004 diaceh misalnya, banyak dari penduduk aceh yang selamat dari peristiwa itu
mengalami kecemasan yang berat. Begitu juga pasca gempa bumi atau bahkan pasca
perang. Penderita kecemasan pasca-peristiwa traumatis ini memiliki sebutan
khusus yaitu PTSD (posttraumatic stress disorder). Dan bagi
mereka, para pakar psikologi telah mengembangkan berbagai teknik psikoterapi
yang dasarnya adalah terapi perilaku kognitif (cognitive behavior therapy) untuk orang dewasa dan bermain untuk
anak-anak. Untuk kecemasan diluar PTSD terkadang psikiater memberikan juga
obat-obatan, karena ada kemungkinan dari faktor neurologis terhadap timbulnya
kecemasan itu. Tapi pada kenyataannya sangat sedikit atau bahkan hampir tidak
ada penderita kecemasan yang disebabkan murni oleh faktor neurologis. Hampir
semua disebabkan oleh faktor psiko-sosial dan lingkungan.