Sifat traumatis dari perubahan
mungkin didukung oleh sejumlah rintangan sosial dan psikologis terhadap
perubahan. Rintangan sosial dan psikologis ini dapat dipandang sebagai mekanisme pertahanan melawan trauma
perubahan. Ada berbagai cara yang dilakukan orang untuk melawan suatu
perubahan, setiap agen perubahan mengalami berbagi masalah diluar sana jika
mencoba menjuruskan orang lain ke arah yang baru. Didalam kasus tertentu,
sistem nilai itu sendiri ternyata memiliki kekuatan melawan terhadap setiap perubahan.
Contohnya, nilai mungkin meminimalkan arti penting aspirasi material atau
meremehkan aspek kultural lain, atau bahkan memerlukan hubungan antar-pribadi
dan antar-kelompok yang tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Sikap
tertentu juga merintangi perubahan. Pembangunan ekonomi akan menghambat kecuali
jika setiap orang mempelajari sikap bersedia untuk bekerjasama, menghendaki
kemajuan, menghargai pekerjaan tangan dsb. Bahkan perubahan yang menjanjikan
pemenuhan kebutuhan dasar seperti pemeliharaan kesehatan sekalipun, mungkin
menghadapi rintangan karena sikap tradisional, misalnya mengenai soal kesopanan
wanita yang diperiksa oleh dokter laki-laki di poliklinik KB.
Ada sejumlah alasan yang merintangi
perubahan. Tetapi tidak satu pun diantara alasan ini yang berkaitan dengan
trauma yang sesungguhnya terhadap perubahan. Asumsi yang menyatakan bahwa
trauma lebih sering diciptakan oleh perubahan , dan asumsi yang memberikan
penilaian negatif terhadap perubahan mungkin merupakan asumsi yang menonjolkan
stabilitas dan ketenangan sebagai keadaan yang wajar dan diinginikan oleh
manusia. Tetapi kekeliruan mitos ini jelas terlihat dari sisi pengamatan asumsi
bersangkutan, bahwa perubahan diterima dengan baik, diprakarsai oleh manusia
itu sendiri. Jika orang jelas menentang perubahan pada waktu tertentu, maka
jelas orang itu akan menilainya baik pada waktu lain. Contohnya, sering
diasumsikan bahwa salah satu masalah pelik industrialisasi mayarakat
tradisional adalah dalam menjamin tanggung jawab tenaga kerja industri. Orang
telah mengetahui bahwa sekali-sekali akan mengalami kekecewaan bekerja
dipabrik. Namun tanggung jawab terhadap perubahan industri tidak selalu menjadi
masalah. Sebuah studi yang menunjukan bahwa integrasi pabrik ke dalam komunitas
tradisional dapat berlangsung dalam proses
relatif lancar. Industrialisasi bukanlah rintangan yang tak terelakkan
dan bukan kesenjangan yang melekat pada kebudayaan tradisional. Hanya jika kita
berasumsi bahwa pabrik di Asia, Afrika atau di Amerika Latin harus beroperasi
persis seperti dipabrik di AS, maka kita akan berhadapan dengan perkara
rintangan yang serius.
Semakin besar tingkat perubahan
sosial yang dibayangkan, semakin tinggi tingkat kegelisahan koresponden.
Kolerasi ini rendah, jika perubahan didefinisikan sebagai sesuatu yang
dikehendaki. Riset yang dilakukan oleh Vinohur dan Selzer menghasilkan
kesimpulan bahwa perubahan kehidupan yang menumpuk berhubungan langsung dengan
ketegangan mental dan kesusahan pikiran yang dilaporkan oleh penderitanya sendiri.
Tingkat perubahan yang tinggi ternyata menimbulkan ketegangan yang lebih besar
dibanding tingkat perubahan yang rendah, namun keteganag hebat terjadi jika
perubahan dibayangkan baik cepat maupun tidak dikehendaki.Tingkat perubahan
yang optimal telah dikemuka kan oleh Starbuch, ia menunjukan bahwa anggota
organisasi tidak akan menjadi bahagia apabila berada didalam lingkungan yang terlalu stabil maupun lingkungan yang terlalu berubah-ubah.
Sedangkan Seindenberg menulis mengenai trauma
yang ditimbulkan ketiadaan persaingan yaitu situasi dimana tidak ada
persaingan yang cukup, yang dapat membawa konsekuensi timbulnya trauma. Kurangnya persaingan dari pihak luar dan
kurangnya tanggapan yang tepat dari pihak dalam dapat menjadi trauma yang
tidak kurang hebatnya dibanding serangan dramatis menentang diri sendiri (ego).
Jika perubahan cepat dapat menjadi sumber ketegangan mental, mungkin begitu
pula dengan perubahan yang berlangsung terlalu lambat.
0 komentar:
Posting Komentar