Selasa, 28 April 2015

Islam Tidak Mewajibkan Pemeluknya Melakukan Ibadah yang Tidak Sanggup Mereka Lakukan




            Awal mula saya berniat menulis artikel opini adalah isi dari sebuah buku yang memuat 1 paragraf mengenai Islam, sebagai pemeluk Islam saya ingin meluruskan opini yang salah dalam paragraf tersebut. Beberapa tahun yang lalu saya dihadiahi sebuah buku oleh seorang teman, teman saya yang sangat tahu jika saya menyukai hal-hal yang menantang dan tidak biasa. Buku skala international tersebut berjudul Super Freakonomics yang terbit pada tahun 2010 di Indonesia, buku duet penulis ini ditulis oleh Steven D. Levit  seorang profesor ekonomi di Universitas of Chicago dan Stephen J. Dubner mantan penulis dan editor di The New York Times Magazine. Buku Super Freakonomics ini menurut saya sangat menarik dan berani. Didalamnya berisikan kisah-kisah, teori, dan berbagai macam fakta yang terjadi di dunia namun tidak semua orang menganggap jika hal-hal tersebut adalah hal yang aneh. Setiap lembar demi lembar saya membaca buku ini, logika saya tergerak untuk mengatakan ‘Oh iya bener juga ya’, bisa dibilang buku ini menjadi inspirasi saya untuk melakukan searching pada kejadian-kejadian didunia yang terjadi sebelum saya lahir dan tidak banyak diketahui oleh masyarakat dunia (atau mungkin sudah dilupakan).

            Ketika saya memasuki bab ke 2 pada halaman 67 dalam buku tersebut, saya membaca judul bab yang sangat menarik yaitu ‘Mengapa Pelaku Bom Bunuh Diri Seharusnya Ikut Asuransi Jiwa’. Pembahasan pertama pada bab ini adalah mengenai kelahiran bayi dan mitos dahulu tentang bulan-bulan yang beresiko bagi kelahiran dalam tahun tertentu. Masuk pada paragraf ke-6 saya membaca kutipan opini mengenai Islam yang jujur saja ini membuat saya tercengang ketika membaca kalimat ke-4 dan kalimat ke-5 pada paragraf 6 tersebut. Isi dalam paragraf 6 itu adalah;

“Islam menggunakan kalender yang mengacu kepada pergerakan bulan, maka bulan Ramadan dimulai lebih awal setiap tahun. Dalam tahun 2009, bulan ini dimulai dari 21 Agustus hingga 19 September, yang menjadikan bulan Mei 2010 bulan paling tidak menguntungkan untuk kelahiran bayi. Tiga tahun kemudian, dengan Ramadan dimulai pada 20 Juli, April akan menjadi bulan kelahiran paling beresiko. Resiko itu diperbesar ketika Ramadan jatuh dalam musim panas karena panjang siang lebih lama. Karena itu, perempuan hamil mengalami masa tanpa makanan dan minuman yang lebih panjang.  ...........”

            Kalimat ke-4 dan ke-5 dalam paragraf tersebut kurang lebih mengartikan bahwa dalam Islam wanita yang sedang hamil diwajibkan melakukan ibadah puasa pada bulan Ramadan sehingga menyebabkan kelahiran yang beresiko pada wanita dan anaknya. Yang perlu saya luruskan dalam paragraf ini adalah Islam tidak mewajibkan umatnya melakukan ibadah puasa dalam keadaan;
  1. Balita
  2.  Manula
  3. Wanita dalam keadaan hamilWanita yang sedang menyusui
  4. Wanita yang sedang dalam masa period (menstruasi)
  5. Orang yang sedang dalam keadaan sakit
  6. Orang yang sedang dalam perjalanan yang sangat jauh


          Untuk poin 5, 6, dan 7 orang tersebut tetap harus mengganti puasa jika keadaannya sudah memungkinkan pada saat setelah bulan Ramadan berakhir.

            Bukan hanya puasa yang tidak diberatkan untuk keadaan-keadaan tertentu, namun juga shalat yang wajib dilakukan setiap hari dalam keadaan tertentu tidak dipaksakan untuk melakukan sesuai dengan prosedurnya. Misalnya ketika dalam keadaan krisis air, untuk wudhu dapat dilakukan tanpa menggunakan air, namun bisa digantikan dengan debu yang bersih (debu diatas lemari, debu pada dinding). Selain itu jika seseorang sakit atau tidak bisa menggerakan tubuhnya shalat juga bisa dilakukan dengan keadaan berbaring yaitu dilakukan dengan berdoa didalam hati.

            Allah sama sekali tidak mewajibkan umatNya untuk melakukan hal-hal yang tidak sanggup mereka lakukan! Al-quran dan Hadist berisikan hal-hal yang masuk akal, jadi tidak ada aturan dalam Islam yang menyulitkan manusia dan alam semesta.

            Penulis seharusnya melakukan penelitian yang dalam dan pengkajian terlebih dahulu sebelum menulis data dan kesimpulan mengenai suatu kejadian. Karena tulisan yang ia publish kemudian akan dibaca oleh masyarakat luas, jangan menulis sesuatu yang menyinggung atau tidak sesuai dengan kenyataan pada golongan tertentu. Karena apapun yang dipublikasi akan memberikan dampak stimulus bagi masyarakat luas dikemudian hari.


--Saya bukan ahli agama, penghafal kitab dll saya hanya penulis biasa yang ingin meluruskan opini yang salah dengan pengkajian.--